Khuntulan
Kesenian Kuntulan Bakti Rosul berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, Kun dan Talan. Kun berarti ana sira atau banyak orang yang berkumpul, sedangkan Talan berarti orang yang membaca. Jadi, Kuntulan Bakti Rosul dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang berkumpul untuk membaca sholawat Nabi dengan harapan memperoleh keselamatan dari Allah SWT. Selain itu, banyaknya pembacaan sholawat dipercaya membawa limpahan pahala bagi pelakunya. Ada pula pendapat lain yang menyebut bahwa kata Kuntulan berasal dari Kuntau yang kemudian berubah menjadi Kuntulan, karena gerakan kesenian ini mirip dengan gerakan kuntau, sejenis bela diri dari Taiwan. Sementara itu, beberapa pihak juga meyakini bahwa nama ini terinspirasi dari filosofi burung kuntul, yang putih dan bersih sebagai lambang kesucian, seperti harapan para pelaku kesenian ini yang berdoa agar suci dari dosa.
Kesenian Kuntulan Bakti Rosul merupakan perpaduan antara tari dan sholawat yang berkembang di desa-desa, termasuk di Minggir, Sleman. Kesenian ini sederhana dalam gerakan, iringan, kostum, dan riasan, serta bernafaskan Islam karena syair yang dinyanyikan berupa sholawat Nabi. Fungsinya sebagai media dakwah di masa lalu membuat kesenian ini efektif untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat. Diharapkan, dengan menyaksikan Kuntulan Bakti Rosul, penonton dapat memahami dan mendalami agama Islam, hingga akhirnya menjadi pemeluknya.
Gerakan Kuntulan bersumber dari gerakan pencak silat yang membutuhkan penekanan pada bagian tubuh tertentu, seperti tangan dan kaki. Unsur-unsur silat terlihat dalam ragam gerakannya, yang dulu hanya ditarikan oleh laki-laki karena dianggap tabu bagi perempuan untuk menari di depan umum. Iringan kesenian ini menggunakan instrumen musik seperti Bonang, Kendhang, Gong, Genjreng (Rebana), dan Jedhor, serta syair yang diambil dari kitab Barzanji dalam bahasa Arab. Pertunjukan Kuntulan biasanya berlangsung lama, dengan gerakan yang berulang-ulang sehingga berpotensi menimbulkan kejenuhan bagi penari maupun penonton.
Di era modern, durasi Kuntulan Bakti Rosul yang panjang mulai disesuaikan dengan kebutuhan praktis masa kini. Pemadatan dilakukan pada jumlah ragam gerak tari dan pengulangan bait syair dari empat kali menjadi dua kali untuk mencegah kejenuhan. Kesenian ini juga membutuhkan pengaturan aspek ruang, tenaga, dan waktu. Aspek ruang berkaitan dengan area pertunjukan yang umumnya dilakukan di tempat terbuka sesuai fungsinya sebagai media dakwah. Aspek tenaga mencerminkan karakter gerakan silat yang memerlukan kekuatan besar dan stamina prima. Sedangkan aspek waktu, biasanya pementasan dilakukan pada malam hari untuk mendukung kesakralan dan daya tariknya sebagai pertunjukan yang menghibur dan mengedukasi.