Langen Toyo
Sejarah seni Langen Toyo di Kampung Sorowangsan, Dusun Babadan, Desa Girikerto, Kecamatan Turi sulit dilacak karena tidak ada catatan jelas mengenai kapan kesenian ini dimulai. Para tokoh sepuh dan ketua paguyuban, Pak Sunardi, menyatakan bahwa Langen Toyo telah dimainkan oleh generasi sebelumnya, dan saat ini, hampir semua pemain adalah keturunan dari generasi ke-empat pewaris kesenian ini. Seni Langen Toyo ini dipertahankan sebagai warisan budaya yang diturunkan dari para leluhur, meskipun makna nama Langen Toyo sendiri tidak diketahui oleh mereka.
Seni Langen Toyo dulunya ditampilkan setiap tahun, terutama pada bulan Sapar untuk ritual Merti Bumi dan acara pernikahan serta sunatan di Sorowangsan. Meskipun asal mula kesenian ini sulit dipastikan, sebuah naskah pertunjukan yang disimpan oleh ketua paguyuban menyebutkan lakon Minak Jinggo Leno,yang diduga berasal dari Dusun Jrakah, Desa Kaliurang. Kesenian ini telah beradaptasi dengan konteks sosial dan budaya lokal selama lebih dari seratus tahun, berbeda dengan pertunjukan di keraton yang biasanya memiliki perbedaan format dan pemeran.
Antara tahun 1980-an hingga 1998, warga Kampung Sorowangsan tidak lagi melihat pertunjukan Langen Toyo, sehingga seni ini hampir dilupakan. Namun, kebangkitan Langen Toyo terjadi pada tahun 1999 saat ada pesta sunatan yang mengundang kembali para pelaku seni. Mereka berlatih dan berhasil mementaskan seni Langen Toyo, mengembalikan semangat dan kebanggaan masyarakat terhadap kesenian ini. Sejak itu, Langen Toyo mulai dipentaskan kembali di berbagai acara, mendapatkan perhatian dari pemerintah yang kemudian memberikan bantuan alat musik gamelan.
Seiring waktu, perubahan dalam konteks pertunjukan dan pembiayaan seni Langen Toyo terjadi, dengan dukungan dari Dinas Kebudayaan. Pertunjukan yang awalnya dikelola secara mandiri kini didanai oleh pemerintah, tanpa mengurangi semangat gotong royong masyarakat. Seni Langen Toyo, yang merupakan gabungan antara tari dan drama dengan dialog menggunakan tembang dan iringan gamelan, menggambarkan status sosial tokoh-tokohnya melalui busana yang dikenakan. Dengan demikian, seni ini terus beradaptasi dan bertahan hingga saat ini, menjadi bagian penting dari budaya lokal di Sorowangsan.