Loading...
Skip to Content

Upacara Adat Tuk Si Bedug

Upacara tradisional Tuk Si Bedug di Kabupaten Sleman, khususnya di Desa Margodadi, Kecamatan Seyegan, merupakan ritual yang dilakukan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan kepada warga desa. Selain sebagai ungkapan syukur, upacara ini juga ditujukan untuk menghormati Sunan Kalijaga, salah satu Walisanga yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Margodadi. Upacara ini berlangsung dengan nuansa religi yang kental dan menjadi simbol penghormatan masyarakat kepada leluhur mereka yang telah berjasa dalam membentuk spiritualitas masyarakat Margodadi.

Asal-usul upacara Tuk Si Bedug tidak terlepas dari kisah munculnya mata air yang kemudian disebut sendang Tuk Si Bedug, yang diyakini sebagai tempat persinggahan Sunan Kalijaga. Dalam perjalanan syiarnya, Sunan Kalijaga yang hendak melaksanakan salat Jumat kesulitan menemukan air untuk berwudhu. Beliau menancapkan tongkatnya ke tanah, dan seketika muncul mata air yang berlimpah. Sendang ini kemudian diberi nama Tuk Si Bedug, yang dalam bahasa Jawa tuk berarti mata air dan bedug merujuk pada waktu masuk salat. Fenomena munculnya mata air ini menjadi salah satu elemen penting yang menambah sakralitas upacara Tuk Si Bedug bagi masyarakat setempat.

Tidak hanya sendang, upacara ini juga erat kaitannya dengan petilasan Sunan Kalijaga yang terletak di Dusun Grogol, sebuah desa yang namanya diambil dari kata nggregeli. Konon, Sunan Kalijaga pernah berhenti di Grogol untuk merapikan diri, termasuk menyisir rambut dan memotong kuku. Tanpa sengaja, beberapa helai rambut dan potongan kuku beliau terjatuh, yang kemudian dikuburkan oleh pengikutnya. Lokasi ini hingga kini dikenang sebagai petilasan Sunan Kalijaga atau Ketandhan dan menjadi tempat penting dalam rangkaian prosesi upacara Tuk Si Bedug. Nama dusun Grogol pun berasal dari peristiwa ini, yang menyiratkan peristiwa simbolik dalam penyebaran Islam di Margodadi.

Pada era 1990-an, rangkaian upacara Tuk Si Bedug mengalami perkembangan. Semula, upacara ini hanya meliputi pengambilan air suci atau tirta pada malam Jumat Kliwon. Namun, dengan berkembangnya waktu, prosesi ini semakin meriah dengan tambahan acara kirab budaya dan pamidhangan yang diselenggarakan seminggu setelah pengambilan air. Kirab budaya tersebut tidak hanya meningkatkan daya tarik wisata, tetapi juga menjadi ajang ekspresi seni bagi masyarakat Margodadi. Kehadiran kirab turut membawa dampak ekonomi bagi warga setempat, menggerakkan partisipasi masyarakat dalam memperingati upacara Tuk Si Bedug dengan penuh semangat dan kekhidmatan.